Chori Miftahul Kosidatul Natus, M.Pd.
Tim Redaksi Nur Hidayah Press
Menjelang Pemilu 2024: Bagaimana Cara Memilih Pemimpin dalam Islam?
Gambar 1.1 Pemimpin dalam Islam. Sumber: https://shiftindonesia.com/kepemimpinan-adalah/
Pada saat ini, Indonesia sedang hangat-hangatnya membahas tentang semarak menjelang pemilu 2024. Seperti yang sudah kita ketahui, sudah ada 3 paslon (pasangan calon) Presiden dan Wakil presiden yang akan berlaga pada pemilu 2024. Masing-masing calon diusung oleh beberapa koalisi partai pendukung dengan segala bentuk usaha dan dukungannya. Masing-masing paslon pun telah menyuarakan berbagai program beserta inovasi-inovasi untuk memajukan Indonesia, ketika salah satu dari mereka terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia, tetapi Indonesia bukanlah negara Islam. Indonesia adalah negara demokrasi, yang mana pemimpin negara dihasilkan dari suara terbanyak dari rakyat. Meskipun demikian, umat Islam Indonesia dapat menerapkan beberapa kriteria kepemimpinan dalam Islam untuk memilih pemimpin Indonesia periode selanjutnya. Serangkaian acara menjelang pemilu 2024 telah terlaksana, seperti debat Capres dan Cawapres, serta acara-acara dari masing-masing paslon. Dengan demikian, sudahkah Anda menentukan pilihan? Atau masih bingung dan ragu untuk memilih pemimpin Indonesia selanjutnya? Simaklah artikel ini hingga selesai.
Kepemimpinan dalam Islam
Allah Swt. menciptakan manusia dengan bentuk sebaik-baiknya. Ada yang membedakan manusia dengan makhluk Allah Swt. lainnya, yaitu akal. Manusia berakal, sedangkan makhluk lainnya tidak. Itulah sebabnya Allah Swt. menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Arti lain dari khalifah adalah pemimpin, pemimpin yang dapat memakmurkan dan mengembangkan bumi dengan baik. Manusia sebagai pemimpin bertugas untuk menyejahterakan masyarakat atau kelompok yang dipimpinnya. Seorang pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar.
Kepemimpinan merupakan titipan dari Allah Swt. Jabatan bukanlah hal yang harus diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Kepemimpinan digunakan hanya untuk hal-hal yang mendatangkan banyak maslahat, bukan sebaliknya, digunakan sebagai sarana untuk memperkaya diri dan untuk kepentingan pribadi. Pemimpin harus menghindari sifat zalim. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah swt di akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia.
Bagaimana Cara memilih Pemimpin dalam Islam?
Pada suatu hari, utusan dari kerajaan Bizantium berkunjung ke madinah untuk menemui Khalifah Umar bin Khattab. Sesampainya utusan ini di Madinah, ia mencari alamat istana sang amirul mukminin. Sang utusan mengira seorang penguasa besar, pastilah memiliki istana yang megah pula. Setelah berbagai cara dilaluinya untuk mencari istana tersebut, utusan itu tak juga bisa menemukannya, akhirnya ia memustuskan untuk bertanya pada orang-orang di pasar.
“Di manakah istana Raja Umar?”, tanyanya. Mendengar pertanyaan itu, orang-orang di pasar terheran-heran dan salah satu dari mereka menjawab, “Amirul Mukminin tidak tinggal di istana.”
Kalau begitu, di manakah bentengnya? Utusan itu bertanya lagi. “Tidak ada. Amirul Mukminin juga tidak memiliki benteng,” sambung si penjawab. Kemudian utusan itu bertanya kembali, “Jadi, di manakah raja kalian berada?”. “Engkau dapat menemukannya dengan mudah, karena beliau tinggal dekat dari sini”.
Kemudian utusan itu mencari kediaman Khalifah Umar sesuai petunjuk arah dari orang-orang di pasar tadi. Setelah ditelusuri, utusan tersebut terkejut karena alamat yang dituju adalah pemukiman rakyat. Ternyata rumah Khalifah Umar tak ada bedanya dengan rumah di pemukiman warga biasa. Lebih terkejut lagi ketika utusan itu telah tiba di alamat tujuan karena ia melihat seseorang sedang tidur-tiduran di bawah pohon kurma, di depan rumahnya. Lelaki yang dilihatnya itu tampak sedang bersnatai dan memakai pakaian yang jelek dan kumal, bahkan terdapat beberapa tambalan di bajunya.
“Siapakah orang kumuh ini? Apakah petunjuk tadi salah? Batin utusan itu. Tidak perlu waktu lama, utusan itu segera bertanya kepada lelaki tersebut, “Salam, apakah benar ini rumah Raja Umar?. Kemudian lelaki itu menjawab, “Apakah maksudmu adalah Umar bin Khattab? Saya sendiri adalah Umar”, jawab lelaki berbadan tegap itu.
“Tidak mungkin seorang raja mengenakan pakaian jelek dan mustahil seseorang yang wilayah kekuasaannya terbentang dari Mesir hingga Irak memilih berteduh di bawah pohon” ujar utusan itu. Khalifah Umar menjawab, “Saya adalah Umar, Amirul Mukminin. Saya lakukan ini supaya masyarakat dengan mudah menemui dan mengadu kepadaku. Kesederhanakan yang kucontohkan adalah teladan dari kekasihku, Nabi Muhammad”.
Dalam Islam banyak sekali figur kepemimpinan yang dapat kita teladani. Keteladanan dapat kita ambil dari Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin salah satunya adalah kisah Khalifah Umar bin Khattab di atas. Islam sangat memperhatikan hal ikhwal menjadi seorang yang sesuai dengan koridor ke-Islaman. Para Ulama telah lama bersepakat dan menyimpulkan bahwa minimal ada empat kriteria yang harus dimiliki seseorang untuk menjadi pemimpin. Semua merujuk pada empat sifat yang dimiliki oleh Nabi dan Rasul, yaitu Shidiq, Amanah, Tabliq, Fatanah.