Yuni Serli Luddiana, S.Ak.
Tim Redaksi Nur Hidayah Press
Perkembangan Berbasis Perekonomian Islam di Indonesia
Gambar 1.1 Perkembangan ekonomi islam di Indonesia. Sumber: https://www.jojonomic.com/blog/ekonomi-islam/
Berkembangnya ekonomi islam dimulai sejak masa ekonomi klasik pada tahun 738 M – 1932 M yang ditandai dengan kemunculan pemikiran-pemikiran seperti Abu Yusuf dengan kitab Al-Kharaj (Manual on Land Tax) dan Abu Ubaid al-Qosim dengan kitab ‘Al-Amwal (The Wealth). Pada tahun 1058 M-1466 M, perkembangan ekonomi ini berlanjut yang diwarnai oleh pemikiran dari Ibn Khaldun dengan yang tercantum dalam kitab Muqadimah. Ekonomi Islam terus berkembang hingga pada tahun 1446 M-1932 M. Pada masa itu, motif ekonomi Islam didominasi oleh pemikiran Syah Waliullah dengan kitab Hujatullah al-Baligah. Setelah masa-masa tersebut, perkembangan ekonomi Islam masuk ke masa kontemporer yang dimulai pada tahun 1930 hingga sekarang. Pada masa ini, perkembangan ekonomi Islam terjadi di ranah analisis-analisis yang lebih komprehensif terkait masalah ekonomi sosial, ekonomi moneter, perbankan, serta teori dan praktik sistem ekonomi Islam (Budiantoro, 2018).
Ekonomi Islam mucul, berawal dari kesadaran para ilmuan Muslim yang menilai perlunya pengembalian ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran ini sebagai jawaban dari pemikiran para ilmuwan Muslim kontemporer mengenai permasalahan ekonomi yang dinilai tidak mampu dipecahkan seutuhnya oleh teori ekonomi yang berkembang saat itu (Furqani, 2019). Ekonomi Islam muncul dengan membawa rencana pemerataan yang mengutamakan nilai-nilai keadilan. Hal inilah yang menjadi dasar utama pentingnya pengembangan ekonomi Islam. Hadirnya ekonomi Islam dinilai dapat menjadi sistem ekonomi alternatif dari sistem ekonomi kapitalis dan sosialis yang telah berkembang pesat hingga saat ini. Ekonomi Islam, sebagai model ekonomi alternatif, dapat digunakan oleh banyak pihak, baik Muslim maupun non-Muslim (Sutopo & Musbikhin, 2019).
Ekonomi Islam yang berkembang di Indonesia mendapat respons positif dari berbagai pihak. Cendekiawan muslim di Indonesia, melalui Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) merumuskan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank syariah pertama pada tahun 1992. Hal ini menjadi sejarah awal lahir dan berkembangnya ekonomi Islam di Indonesia. Di masa-masa awal berdirinya bank syariah, BMI mampu bertahan di tengah krisis 1997 yang menghantam seluruh perekonomian Indonesia. Hal ini menjadi nilai positif bagi ekonomi Islam untuk dapat berkembang lebih besar lagi di Indonesia. Pemerintah juga merespons positif pengembangan ekonomi Islam, setelah melihat prestasi yang ditorehkan BMI di tengah tersebut. Berbagai dukungan diberikan pemerintah melalui penerbitan produk-produk hukum yang mendukung dan mengatur praktik aktivitas ekonomi Islam.
Dalam menghadapi tantangan dan peluang ekonomi Islam di Indonesia terutama di tengah-tengah tantangan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi konvensional. Maka ada beberapa pertanyaan yang perlu dibahas. Pertama, bagaiamana perkembangan ekonomi Islam di Indonesia? Kedua, apa saja faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam perkembangan ekonomi Islam di Indonesia? Ketiga, bagaimana keberlangusungan ekonomi Islam di Indonesia pada masa mendatang?
Menurut Muhammad Abdul Manan, ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai islam. Ekonomi Islam erat hubungannya dengan produksi, distribusi, dan konsumsi barang serta jasa yang mengikuti standar syariah Islam secara kaffah (Menita, 2017). Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy mengatakan bahwa ekonomi adalah bagian dari agama. Ekonomi Islam merupakan bagian yang tidak terpisah dari paradigma Islam yang pedomannya merujuk pada al-Qur’an dan Hadis. Pada dasarnya, al-Qur’an dan Hadis merupakan sumber yang dijadikan sebuah prinsip pada berbagai bentuk praktik ekonomi Islam (Akbar, 2019). Adapun salah satu bentuk sekaligus karakteristik ekonomi Islam yang bernuansa Indonesia adalah koperasi (Ihwanudin, 2020). Selain itu, bentuk perekonomian Islam lainnya bisa dilihat dengan adanya lembaga-lembaga keuangan Syariah, seperti Perbankan Syariah, Pegadaian Syariah, Asuransi Syariah, Pasar Modal Syariah, Leasing Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Baitul Mal wat Tamwil, Koperasi Syariah. Selain itu juga ada lembaga keuangan publik Islam seperti Lembaga Pengelola Zakat dan Lembaga Pengelola Wakaf serta berbagai bentuk bisnis syariah lainnya. Lebih lanjut menurut Ketua DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Agustianto memiliki pandangan bahwa, perkembangan perbankan dan keuangan syariah yang cukup signifikan menggambarkan Ekonomi Islam sudah memiliki bentuk praktik di sektor keuangan.
Gambar 1.2 Perbankan syariah di Indonesia. Sumber: https://www.madaninews.id/14491/bsi-fasilitasi-layanan-perbankan-syariah-untuk-pln.html
Perkembangan ekonomi Islam tidak lepas dari perkembangan lembaga-lembaga ekonomi Islam yang saling bekerja sama, seperti lembaga keuangan syariah, lembaga filantropi, lembaga kepemerintahan, organisasi pergerakan, dan lembaga pendidikan. Ekonomi Islam memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan, Indonesia merupakan negara Muslim terbesar di seluruh dunia dengan jumlah penduduk Muslim kurang lebih 220 juta jiwa. Akan tetapi, Menteri PPN/ Bappenas menyatakan bahwa perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cenderung jalan di tempat. Hal ini disebabkan oleh masyarakat Indonesia lebih banyak berperan sebagai konsumen dari pada produsen (Safhira, 2020). Pola perilaku masyarakat yang cenderung konsumtif menjadi tantangan dalam mengembangkan dan menyebarkan Ekonomi Islam di Indonesia. Pengembangan ini harus melibatkan banyak sektor, agar dapat memberi dampak langsung dan penting pada pertumbuhan ekonomi Islam di sektor yang bersentuhan langsung dengan kegiatan ekonomi di masyarakat yang sangat mempengaruhi (Fauzia, 2019). Adapun sebaran dan praktik ekonomi Islam di Indonesia diantaranya melalui makanan dan minuman halal, pariwisata halal, fashion muslim, media dan kreasi halal, farmasi dan kosmetik halal, dan keuangan syariah. Terlihat bawah Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk menjadi pusat pengembangan ekonomi islam di dunia. Kondisi ini dapat menjadi aspek bagaimana praktik-praktik ekonomi di masa mendatang lebih pada penerapan syariah sebagai orientasinya.
Ada beberapa faktor yang mendukung dalam perngembangan ekonomi Islam. Faktor tersebut adalah dengan meningkatan ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang ekonomi Islam kepada masyarakat yang menjadi sumber daya manusia untuk kedepannya, dan perlu adanya kesadaran akan kewajiban umat muslim untuk menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Selain itu, adanya dukungan dari pemerintah dalam bentuk aturan yang berkaitan dengan hukum menjadi salah satu kunci yang menjadikan ekonomi Islam di Indonesia akan terus berkembang. Seperti yang telah diungkapkan oleh para pemberi informasi, terdapat pula faktor yang dapat menghambat perkembangan ikonomi Islam di Indonesia.
- Sedikitnya pengetahuan tentang ekonomi Islam sehingga timbul keraguan dalam mempraktikkan sistem ekonomi Islam dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, masih banyaknya masyarakat yang belum sepenuhnya paham tentang Bank Syariah secara menyeluruh dan optimal. Terlebih faktor ini menyebabkan masyarakat Indonesia yang merasa ragu-ragu terhadap ekonomi Islam yang dianggap tidak ada bedanya dengan ekonomi konvensional.
Faktor tersebut dapat diatasi dengan ditingkatkannya sosialisasi secara kuat tentang ekonomi Islam dari para pihak-pihak terkait, seperti ulama, akademisi, dan praktisi ekonomi Islam. Selain itu masih kuatnya cara berpikir masyarakat yang beranggapan bahwa, ekonomi Islam hanya sebatas pada perbankan syariah. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia secara umum khusunya Muslim belum memahami konsep ekonomi Islam secara luas atau menyeluruh. - Masyarakat Indonesia secara umum masih banyak yang kurang tertarik untuk mendalami ekonomi Islam. Sehingga hal tersebut menyebabkan kurangnya tingkat literasi serta kesadaran terutama masyarakat Muslim di Indonesia tentang sistem keuangan Syariah.
- Kesadaran secara akidah yang dianutnya. Ini dapat dikatakan bahwa kesadaran menjalankan perintah dan ketentuan agama masih kurang.
- Sedikitnya fasilitas infrastruktur keuangan Syariah di Indonesia. Fasilitas yang minim kemudian diperparah oleh letaknya yang jauh sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat.
Dari uraian di atas tampak bahwa terdapat peluang besar atas ekonomi Islam di Indonesia. Kondisi penduduk yang mayoritas Muslim menjadi salah satu peluang. Akan tetapi, kondisi ini tidak berbanding lurus dengan pengetahuan masyarakat mengenai ekonomi Islam itu sendiri. Hal inilah yang sekaligus menjadi salah satu tantangan perkembangan ekonomi Islam di masa mendatang.
Indonesia merupakan negara dengan pendudukan Muslim terbesar di dunia yang menjanjikan sejumlah peluang atas masa depan ekonomi Islam. Ada dua arus besar pandangan mengenai masa depan ekonomi Islam di negara Muslim terbesar ini.
- Pandangan yang optimis. Hal ini disadarkan selain pada fakta demografis, juga pada aspek keberadaan lembaga-lembaga ekonomi Islam yang mulai bermunculan dengan segala bentuknya. Bahkan, ekonomi Islam dapat menjadi model bagi praktik-praktik ekonomi yang selama ini didominasi oleh praktik ekonomi konvensional di Indonesia.
- Pandangan yang pesimis. Pandangan ini disadarkan pada fakta bahwa literasi masyarakat Muslim Indonesia masih rendah mengenai ekonomi Islam. Bahkan, ada kekhawatiran jika dana yang dimiliki disimpan di perbankan Islam (Syariah) dengan beragam alasan. Misalnya, masih tingginya perhitungan keuntungan duniawi masyarakat sehingga dana/uang justru disimpan pada bank-bank konvensional (Fitria, 2016). Demikian pula, kurikulum ekonomi Islam masih fokus diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan agama seperti di Sekolah Tinggi Agama Islam, Institut Agama Islam, dan Universitas Islam Negeri maupun swasta. Artinya, medium untuk lebih membangkitkan ekonomi Islam di lembaga-lembaga pendidikan masih terbatas (Samad, 2018).
Namun demikian, Indonesia dapat menjadi poros ekonomi Islam dunia. Ada banyak dukungan yang menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam mengembangkan perekonomian Islam. Misalnya, adanya peran dari pemerintah, lembaga-lembaga syariah serta peran aktivis maupun praktisi ekonomi Islam, dan didukung dari sektor akademik yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi perkonomian negara. Oleh karena itu, jika semua pihak tersebut dapat bekerja sama dengan baik, maka ekonomi Islam di Indonesia pada masa mendatang akan menjadi sebuah contoh dan dapat menjadi kebijakan negara, yang kemudian akan mewujudkan tujuan dari ekonomi Islam itu sendiri yakni, tercapainya Maqashid Assyariah.
Gambar 1.3 Kosmetik Wardah yang sudah berlebel halal. Sumber: https://www.diadona.id/beauty/brand-kosmetik-wardah-bantu-sumbang-40-m-untuk-hadapi-corona-di-indonesia-200320x.html
Praktik ekonomi Islam dapat menjadi alternatif bagi Muslim dalam menjalankan roda perekonomiannya. Kehadiran lembaga-lembaga ekonomi Islam akan mampu memfasilitasi praktik ekonomi yang nonkonvensional ini. Demikian pula, hadirnya program-program studi di berbagai institusi pendidikan akan mampu mendorong secara maksimal upaya proses penyebaran pengetahuan mengenai praktik ekonomi ini. Hal ini kemudian dilengkapi oleh tumbuhnya pranata ekonomi yang berbasis Syariah seperti pariwisata halal, fashion muslim, farmasi, kosmetik dan sektor jaminan sosial yang juga sudah merambah ke berbagai daerah di Indonesia. Dalam hal ini, pengenalan terhadap praktik ekonomi Islam dapat berjalan secara luas karena saluran yang digunakan tidak tunggal lagi. Dengan demikian, perwujuan praktik ekonomi Islam dapat tercapai sehingga tujuan ekonomi yakni maqashid syariah dapat dinikmati oleh semua kalangan. Pada bagian inilah, ekonomi Islam memberi manfaat untuk semua lapisan masyarakat dengan sistem ekonomi yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah.
Referensi:
Samad, Muh Yunus. (2018). “Prospek dan Tantangan Ekonomi Islam. Jurnal Istiqra”, Volume 5, Nomor 2, 1-9.
Susamto, A. A. (2020). “Toward a New Framework of Islamic Economic Analysis”. The American Journal of Islam and Society, Volume 37 Nomor 1-2, 103 – 123.
Sutopo, & Musbikhin. (2019). “Ekonomi Islam sebagai Model Ekonomi Alternatif”. Ummul Qura Jurnal Perantren Sunan Drajat (INSUD), Volume 14 Nomor 2, 79-88.
Syarif, F. (2019). “Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia”. Pleno Jure Jurnal Ilmu Hukum, Volume 8 No 1, 1-16.
Syuri. (2020, September 16). “12 Merk Baju Muslim yang Paling Terkenal di Indonesia”. https://kamini.id/merk-baju-muslimyang-paling-terkenal-di-indonesia/. Diakses pada 18 September 2023 pukul 11.00.
Tahir, S. (2017). “Islamic Economics and Prospects for Theoretical and Empirical Research”. Journal of King Abdulaziz University: Islamic Economics, Vloume 30 Nomor 1, 3-19.
Walfajri, M. (2021, April 5). “Merger rampung, begini strategi Bank Syariah Indonesia (BSI) di tahun 2021”. https://keuangan.kontan.co.id/news/merger-rampung-begini-strategi-banksyariah-indonesia-di-tahun-2021. Diakses pada 18 September 2023 pukul 13.30.
Wehr, H. (1980). A Dictionary of Modern Written Arabic. London: Mc Donald & Evan Ltd.
Yani, A. F. (2012). “Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Ekonomi Syariah”. TAZKIYA: Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan, Volume 18 No 1, 50-66.