Nur Hidayah Press
Azzahra Nurhidayati Ni'mah, S.Pd.

Azzahra Nurhidayati Ni'mah, S.Pd.

Tim Redaksi Nur Hidayah Press

Prinsip Kesantunan Berbahasa dalam Islam

Gambar: Prinsip Kesantunan Berbahasa dalam Islam. Sumber: https://images.app.goo.gl/Bch4bGYUhgx3mNTe6

Bahasa merupakan alat komunikasi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Soeparno (2002) memaparkan bahwa fungsi umum bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Tanpa eksistensi bahasa, maka proses komunikasi dan interaksi antarmanusia akan terhambat. Tujuan utama komunikasi adalah menyampaikan pesan komunikator kepada komunikan. Pesan yang disampaikan seharusnya ada­lah pesan baik dan mengandung kebaikan. Pemakaian bahasa dalam komunikasi juga membutuhkan kesantunan.

Kesantunan berbahasa memengaruhi keberhasilan interaksi dengan sesama. Pilihan kata yang kurang tepat dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam tuturan. Reiter (dalam Room, 2013: 223) memandang kesantunan berbahasa sebagai salah satu nilai budaya yang dijunjung tinggi di masyarakat. Nilai kesantunan membutuh­kan pembinaan sosial budaya dan sejarah bangsa melalui proses sosial. Kesantun­an berbahasa juga merupakan bentuk penghormatan dan rasa kekeluar­gaan.

Tata cara berbahasa setiap orang dapat memunculkan kesan positif maupun negatif. Tata bahasa yang tidak sesuai norma dapat menimbulkan penilaian negatif, seperti tidak santun, sombong, egois, dan sebagainya. Kesopansantunan adalah tata cara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesantunan mengatur perilaku sosial atas persetujuan bersama dari masyarakat yang biasa disebut sebagai tata krama (Masnur Muslich dalam Room, 2013: 224).

Salah satu teori kesantunan berbahasa yang banyak dikenal adalah teori dari Geoffrey Leech yang menguraikan prinsip kesantunan ke dalam enam maksim (ketentuan/ajaran), yaitu maksim kearifan/kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim pujian/penghargaan, maksim kerendahan hati, maksim pemufakatan atau kesepakatan, dan maksim kesimpa­tian. Namun, jauh sebelum kemunculan teori Leech, Islam telah lebih dulu menjelaskan tentang kesantunan berbahasa yang tertuang dalam ayat-ayat Al-Qur’ān.

Di bawah ini adalah ayat-ayat dalam Al-Qur’ān yang mengajarkan kepada kita cara untuk senantiasa menerapkan kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain.

وَاِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ اُولُوا الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنُ فَارْزُقُوْهُمْ مِّنْهُ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوْفًا

Makna qaulan ma’rufa (Q.S. An- Nisā’: 8) di atas mengajarkan manusia untuk berkomunikasi menggunakan bahasa yang menyenangkan hati, tidak menyinggung atau menyakiti perasaan lawan bicara, dan dan sesuai dengan kebenaran.

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا

Makna qaulan sadida (Q.S. An- Nisā’: 9) berkaitan dengan isi maupun bahasa yang digunakan dengan benar dalam kegiatan berkomu­nikasi.

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يَعْلَمُ اللّٰهُ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَّهُمْ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَوْلًا ۢ بَلِيْغًا

Makna qaulan baligha (Q.S. An-Nisā’: 63) di atas mengajarkan manusia untuk berkomunikasi menggunakan ungkapan yang mengena, mencapai sasaran dan tujuan atau membekas, berbicara dengan jelas, terang, tepat, dan efektif.

وَاِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَآءَ رَحْمَةٍ مِّنْ رَّبِّكَ تَرْجُوْهَا فَقُلْ لَّهُمْ قَوْلًا مَّيْسُوْرًا

Makna qaulan masyura (Q.S. An-Nisā’: 63) di atas mengajarkan manusia untuk berkomunikasi dengan baik dan pantas agar lawan bicara tidak merasa kecewa.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ

Artinya:

“Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).”

Surah Qāf ayat 18 di atas memberikan prinsip ber­tang­gung jawab menjaga lisan sebagai dasar kesantunan berbahasa. Setiap manusia memiliki tanggung jawab menjaga lisan dengan mengucapkan kata-kata yang baik untuk tujuan kebaikan. Menjaga lisan dengan baik dapat mendatangkan pahala sekaligus menjaga hubungan baik dengan manusia.

فَقُوْلَا لَهٗ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوْ يَخْشٰى

Artinya:

“Berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.”

Surah Ṭāhā ayat 44 di atas memberikan prinsip kesantunan berbicara yang berporos pada suara, yaitu dengan lemah lembut saat saat berbicara dengan orang lain meskipun mereka mengingkari Allah Swt. Prinsip ini berkaitan dengan tanggung jawab kita sebagai khalifah untuk menyampaikan dakwah Islam.

لَا يُحِبُّ اللّٰهُ الْجَهْرَ بِالسُّوْۤءِ مِنَ الْقَوْلِ اِلَّا مَنْ ظُلِمَ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ سَمِيْعًا عَلِيْمًا

Artinya:

“Allah tidak menyukai perkataan buruk (yang diucapkan) secara terus terang, kecuali oleh orang yang dizalimi. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Surah an-Nisā’ ayat 148 di atas memberikan prinsip kesantunan berbicara dengan melarang mengeluarkan kata-kata yang buruk. Penggunaan bahasa yang baik dan sopan saat memberi nasihat atau teguran diharapkan dapat memberikan dampak yang baik dan tidak menimbulkan kemarahan atau kebencian.

وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍۙ

Artinya:

“Celakalah setiap pengumpat lagi pencela”

Surah al-Humazah ayat 1 di atas mengajarkan kesantunan berbicara melalui larangan mengumpat, mencela, dan mengejek. Mengucapkan kata-kata buruk pada orang lain dapat mengakibatkan kemurkaan Allah Swt. dan merusak hubungan sosial dengan orang lain.

….فَاِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوْتًا فَسَلِّمُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ مُبٰرَكَةً طَيِّبَةً ۗ…

Artinya:

“…Apabila kamu memasuki rumah-rumah itu, hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri dengan salam yang penuh berkah dan baik dari sisi Allah….”

Berdasarkan surah an-Nūr ayat 61 di atas, Islam memberikan prinsip kesan­tun­an berbahasa melalui pengucapan salam. Praktik memberi dan menjawab salam dapat menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang antara antarsesama muslim.

 

Kesimpulan:

Ayat-ayat di atas merupakan contoh-contoh ajaran Islam dalam mengamalkan kesantunan berbahasa. Al-Qur’ān banyak mengemukakan prinsip kesantunan ber­bahasa yang meliputi berbagai aspek sesuai dengan sifatnya. Hal tersebut adalah bukti bahwa Al-Qur’ān selalu memperhatikan segala aspek kehidupan, salah satu­nya yaitu bidang kebahasaan.

Prinsip kesantunan berbahasa dalam Islam berkaitan dengan dua peran utama manusia, yaitu menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran melalui ber­bagai ajaran dan nasihat tanpa menimbulkan permusuhan. Prinsip tersebut sangat relevan dengan definisi santun berbahasa, yaitu penggunaan bahasa yang baik, sopan, beradab, serta mencerminkan pribadi yang mulia dan menunjukkan rasa hormat pada lawan bicara. Hal tersebut mencerminkan implementasi akhlak dan ajaran agama Islam. Semoga kita senantiasa diberikan kemudahan dalam meng­amalkannya. Wallahu a’lam bishawab.

 

Sumber:

Room, R. 2013. “Konsep kesantunan berbahasa dalam Islam” dalam Jurnal Adabiyah Volume 13 (halaman 223-234).

Wafdurrahman, Imron. 2022. “Kesantunan Berbahasa dalam Perspektif Islam”. https://mbsprofhamkakotamadiun.sch.id/kesantunan-berbahasa-dalam-perspektif-islam/. Diakses pada 27 November 2023 pukul 10.45.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Hubungi Kami
Informasi lebih lanjut
Customer Service
Selamat datang di Nur Hidayah Press!
Apakah ada yang bisa kami bantu?