Oryza Alkarima, S.Pd.
Tim Redaksi Nur Hidayah Press
Teladan Pengasuhan dari Kisah Para Nabi
Gambar 1.1 Parenting bangun keluarga qurani, Sumber : https://langit7.id/read/29829/1/6-ayat-alquran-tentang-parenting-pondasi-bangun-keluarga-qurani-1676538172
Pangasuhan atau lebih sering kita kenal dengan istilah parenting adalah hal mutlak untuk dipahami dan dipelajari oleh para orang tua. Pengasuhan yang baik bersumber dari teladan yang baik pula, seperti kisah yang dicontoh dari para kisah Nabi dan Rasul. “Sungguh, pada kisah mereka benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat …” (Surah Yusuf: 111).
Teladan pengasuhan yang pertama adalah kisah Nabi Yakub kepada putra-putranya. Keberhasilan cara mendidik Nabi Yakub dapat dilihat pada detail Al-Qur’an yang menggambarkan sifat salah satu putranya, Nabi Yusuf. Nabi Yusuf dikenal sebagai sosok yang pintar, taat, berbakti kepada orang tuanya, dapat mengendalikan nafsu, menjaga kehormatan dirinya, bijaksana, pemaaf, dan memiliki visi akan masa depan.
Kisah nabi Yusuf saat menceritakan mimpinya kepada sang ayah tertuang dalam Surah Yusuf ayat 4–5, menunjukkan keberhasilan seorang ayah dalam mendidik anaknya dengan penuh curahan kasih sayang. Seorang anak dapat dengan tenang dan nyaman menceritakan mimpinya kepada sang ayah. Bukan tidak mungkin, saat ini banyak anak lebih nyaman bercerita dengan saudara atau teman, jika dibandingkan harus bercerita dengan ayah atau orang tua.
Teladan pengasuhan Nabi Ya’kub tidak hanya kepada Nabi Yusuf, tetapi untuk semua anak-anaknya. Nabi Ya’kub memberikan perhatian, nasihat, dan kasih sayang yang sama untuk semua putranya. Kisah ketika Nabi Ya’kub melarang Nabi Yusuf untuk menceritakan mimpinya kepada saudara-sudaranya, bukan berarti ia membenci atau membedakan anak yang lainnya, melainkan sebagai bentuk seorang ayah yang memahami karakter masing-masing anaknya dan menghindari kebencian di antara mereka. Namun, saudara-saudara Nabi Yusuf terhasut oleh bisikan setan untuk berlaku jahat padanya. Mengetahui persitiwa tersebut, Nabi Ya’kub tetap bersabar dan berdoa seperti pada Surah Yusuf ayat 98 yang artinya “Dia (Ya’kub) berkata ‘Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sungguh Dia yang Maha Pengampun, Maha Penyayang’.”
Teladan pengasuhan selanjutnya yakni kisah Nabi Ibrahim mendidik anaknya dengan metode keteladanan atau uswatun hasanah. Allah menjadikan Nabi Ibrahim sebagai teladan, tidak hanya untuk anaknya, tetapi juga bagi keluarga dan umatnya dalam menunaikan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Keteladanan dalam akhlak Nabi Ibrahim dapat ditiru dari sikapnya yang senantiasa bersyukur atau teladan dalam sikap hanifnya yang tertuang langsung dalam Surah Al-Nahl ayat 120–122.
Nabi Ibrahim juga senantiasa mendoakan kebaikan-kebaikan untuk anaknya, sehingga tidak hanya sekadar mendidik dengan usaha atau membanggakan diri sebagai orang terdidik. Doa-doa yang dipanjatan kepada nabi Ibrahim kepada anaknya seperti mendoakan keturunannya menjadi imam atau pemimpin (Surah Al-Baqarah: 124), mendoakan anak agar berserah diri kepada Allah (Surah Al-Baqarah: 128), mendoakan lingkungan yang telah dipilih menjadi lingkungan yang terhindar dari keburukan serta dilimpahi anugrah untuk menjadi tempat bertumbuh dan berkembang sang anak (Surah Ibrahim: 35 dan 37), serta berwasiat tentang agama kepada anak sebelum ajal menjemput (Surah Al-Baqarah: 132).
Lalu bagaimana mendidik anak yang durhaka kepada orang tua? Melihat kisah Nabi Nuh dengan segala upaya yang dilakukan dalam berdakwah selama ratusan tahun, tetapi sebagian besar orang ingkar terhadap dakwah yang disampaikan termasuk anak kandungnya, Kan’an. Namun, kasih sayang Nabi Nuh kepada Kan’an tidak memudar. Dalam surah Hud ayat 42 ketika air bah datang menghampiri Nabi Nuh dan umatnya, Nabi Nuh memanggil Kan’an dengan kata Yaa Bunaaya. Kata ini menunjukkan kasih sayang yang tinggi Nabi Nuh kepada Kan’an, meskipun ia telah durhaka. Selain itu Nabi Nuh juga mendoakan keselamatannya dan dijauhkan dari musibah banjir tersebut, yang termuat dalam firman Allah surah Hud ayat 45. Ayat ini ditafsirkan (Departemen Agama RI, 2011) hati Nabi Nuh merasa sedih melihat keadaan putranya dan memohon keselamatan keluarganya.
Walaupun sang anak tidak mengikuti perintah dan ajaran yang telah disampaikannya, tetapi nabi Nuh dengan kerendahan hati tidak lantas marah, tetapi justru tetap sabar dalam mengingatkan Ka’an agar kembali ke jalan yang benar. Kemudian Nabi Nuh senantiasa berdoa untuk keselamatan anak dan keluarganya. Peristiwa ini menunjukkan betapa besar kesabaran Nabi Nuh dalam menghadapi sikap durhaka sang anak.
Kisah para Nabi dapat menjadi teladan bagi orang tua tentang cara terbaik dalam pengasuhan anak. Mulai dari mengapresiasi cerita anak, mendoakan kebaikannya sampai bagaimana menghadapi sikap anak yang durhaka. Kisah yang telah berlalu ribuan tahun yang lalu, tetapi masih relevan untuk diaplikasikan pada pengasuhan pada era saat ini.
Sumber Referensi:
Khomaeny, Elfan Fanhas Fatwa dan Lubis Mesaroh. 2023. Model-Model Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an Berdasarkan Kisah Para Nabi Rasul dan Salihin. Tasikmalaya: Edu Publisher.
Harahap, Ernawati. 2022. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam. Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management.
Istiqomah, Siti. 2022. Pendidikan Anak dalam Perspektif Kisah Para Nabi. Hadlonah: Jurnal Pendidikan dan Pengasuhan Anak, 3(1): 49 -57.
Suprapto. 2019. Konsep Pendidikan Anak Nabi Ibrahim A.S dalam Al-Qur’an. Mustaqqafin: Jurnal Pendidikan Islam dan Bahasa Arab, II(1): 47-71.