
Fatkha Apri Cahyanti, S.Ag.
Staff Redaksi Nur Hidayah Press
Pentingnya Mentadabburi Al-Qur’ān

Gambar 1.1 Surah Al-Alaq, Sumber : https://images.app.goo.gl/JMB5Qwy1kpSSS4Hf9
Tadabbur bermakna merenungkan atau memerhatikan dengan sesama dan mendalam. Tadabbur Al-Qur’ān yakni memahami makna lafal Al-Qur’ān dan memikirkan apa yang ditunjukkan, apa yang terkandung pada ayat-ayat Al-Qur’ān, serta apa yang menjadi makna Al-Qur’ān. Tadabbur Al-Qur’ān juga dapat dimaknai sebagai proses menghayati dan berpikir mengenai ayat-ayat Al-Qur’ān, guna mendapatkan pemahaman untuk dijadikan hikmah serta pelajaran dalam kehidupan. Dengan demikian, seseorang yang mentadaburi Al-Qur’ān berarti mengambil manfaat dan hikmah oleh hatinya serta tunduk dan patuh pada nasihat yang terdapat dalam Al-Qur’ān.
Firman Allah Subḥanahu wa ta’ālā dalam surah Ṣād ayat 29 berisi mengenai anjuran untuk mentadaburi Al-Qur’ān.
كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ
Artinya: “(Al-Qur’ān ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu (Nabi Muhammad) yang penuh berkah supaya mereka menghayati ayat-ayatnya dan orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.”
Ayat di atas merupakan perintah untuk Rasulullah saw. dan umatnya untuk menghayati dan memahami ayat-ayat Al-Qur’ān yang telah diturunkan dengan penuh berkah. Al-Qur’ān diturunkan agar orang-orang yang berakal sehat menggunakan akal budinya, untuk mendapatkan pelajaran darinya dan mengamalkan kandungannya.
Hal tersebut karena Al-Qur’ān ialah kitab yang sempurna, yang mengandung bimbingan yang sangat bermanfaat kepada seluruh umat manusia. Bimbingan tersebut menuntun manusia agar mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dengan merenungkan isi yang terkandung di dalam Al-Qur’ān, manusia akan menemukan cara-cara untuk mengatur kemaslahatan hidup di dunia.
Demikianlah, Al-Qur’ān diturunkan oleh Allah Swt. dengan maksud agar direnungkan kandungan isinya, kemudian dipahami dengan pengertian yang benar, sehingga diamalkan sebagaimana mestinya. Ibnu Qayyim berkata, “Memahami Al-Qur’ān dan merenungkannya akan membuahkan iman. Adapun jika Al-Qur’ān hanya sekadar dibaca tanpa ada pemahaman dan perenungan (tadabbur), itu bisa pula dilakukan oleh orang fakir (ahli maksiat) dan munafik, di samping dilakukan oleh pelaku kebaikan dan orang beriman”.
Sejalan dengan Ibnu Qayyim, Hasan Al-Basri juga berkata, “Banyak hamba Allah dan anak-anak yang tidak mengerti makna Al-Qur’ān, walaupun telah membacanya di luar kepala. Mereka ini hafal betul hingga tak satu pun huruf yang ketinggalan. Namun mereka mengabaikan ketentuan-ketentuan Al-Qur’ān itu, hingga salah seorang di antara mereka mengatakan, ‘Demi Allah saya telah membaca Al-Qur’ān, hingga tak satu huruf pun yang kulewatkan.’ Sebenarnya orang yang seperti itu telah melewatkan Al-Qur’ān seluruhnya, karena pengaruh Al-Qur’ān tidak tampak pada dirinya, baik pada budi pekerti maupun pada perbuatannya. Demi Allah, apa gunanya ia menghafal setiap hurufnya, selama mereka mengabaikan ketentuan-ketentuan Allah. Mereka itu bukan ahli hikmah dan ahli pemberi pelajaran. Semoga Allah tidak memperbanyak jumlah orang yang seperti itu”.
Tadabbur Al-Qur’ān memegang urgensi yang besar. Sebab Al-Qur’ān mengandung nasihat, peringatan, hingga kisah-kisah yang dapat diambil hikmahnya. Oleh karena itu dengan tadabbur, seseorang dapat merasakan kelezatan Al-Qur’ān. Ia juga dapat mengetahui dan merenungi makna-makna yang terkandung di dalam Al-Qur’ān. Sebagaimana perkataan Badruddin az-Zarkasyiy,
من لم يكن له علم وفهم وتقوى وتدبر لم يدرك من لذة القرآن شيئا
Artinya: “Barang siapa yang tidak memiliki ilmu, pemahaman, takwa, dan tadabbur, maka dia tidak akan merasakan kelezatan Al-Qur’ān sama sekali.”
Mentadaburri Al-Qur’ān dapat dilakukan dengan cara membaca terjemahan ayat serta tafsiran dari ayat Al-Qur’ān, atau mengikuti kajian-kajian yang bertema tafsir Al-Qur’ān. Mengulang-ulang ayat tertentu juga merupakan salah satu cara untuk mempermudah dalam tadabbur Al-Qur’ān. Menurut Said Hawwa, apabila seseorang ingin mentadabburi Al-Qur’ān, hendaknya ia membacanya dengan tartil. Ketika membaca Al-Qur’ān dengan tartil, maka akan memungkinkan untuk dapat mentadabburi dengan batin (hlm. 88).
Ibnu Qayyim mengatakan, “Apabila engkau ingin memetik manfaat dari Al-Qur’ān, maka fokuskan hatimu saat membaca dan mendengarkannya. Pasang baik-baik telingamu dan posisikanlah diri seperti posisi orang yang diajak bicara langsung oleh Dzat yang memfirmankannya. Al-Qur’ān ini makin sempurna pengaruhnya bergantung pada faktor pemberi pengaruh yaitu Al-Qur’ān, tempat yang kondusif yakni hati yang hidup, mendengarkan Al-Qur’ān dengan seksama, tidak ada kelalauian dan tidak ada penghalang untuk memahami maksud ucapan, dan berpaling pada sesuatu yang lain”.
Sumber:
Al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim. 1995. Zadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibaad Jilid 1. Beirut: Dar Al-Fikr.
Hawa, Said. 1998. Mensucikan Jiwa Konsep Tazkiyatun-nafs Terpadu Intisari Ihya’ Ulumuddin al-Ghazali. Tangerang: Rabbani Press.
Zarkasyi, Badruddin Muhammad Ibn Abdullah. 2006. Burhan fii Ulumil Qur’an Jilid 2. Libanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.