Nur Hidayah Press

Puasa di Bulan Muharram

Fatkha Apri Cahyanti, S.Ag.

Fatkha Apri Cahyanti, S.Ag.

Staff Redaksi Nur Hidayah Press

Gambar 1.1 Puasa di Bulan Muharram. Sumber: https://images.app.goo.gl/WtBQju1jTbbB54H89

Bulan Muharram bukan hanya merupakan awal tahun baru dalam kalender Islam atau Masehi, tetapi juga salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan dalam Islam, bersama dengan Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah. Perbuatan baik dan amal ibadah yang dilakukan di bulan ini lebih bernilai daripada di bulan-bulan lainnya. Keempat bulan tersebut dinamakan bulan haram karena menurut Al-Qodhi Abu Ya’la, pada bulan-bulan tersebut diharamkan berbagai macam pembunuhan dan perbuatan keji lainnya. Selain itu, pada bulan-bulan tersebut juga diharamkan melakukan tindakan dan perbuatan haram lainnya. Mengenai empat bulan yang telah disebutkan di atas, ternyata telah Allah Subḥanahu wa ta’ālā singgung dalam Al-Qur’an.

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ {٣٦}

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauhulmahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. at-Taubah: 36)

Bulan Muharram termasuk bulan yang dimuliakan, oleh sebab itu umat muslim dianjurkan melakukan berbagai amal kebaikan dan memperbanyak ibadah di bulan tersebut. Salah satu amalan yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. ialah berpuasa di bulan Muharram, terutama pada tanggal 10 Muharram. Puasa tersebut dikenal dengan puasa ‘Asyura. Sabda Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam mengenai anjuran puasa ‘Asyura sebagai berikut.

مَنْ شَاءَ أَنْ يَصُومَهُ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتْرُكَهُ فَلْيَتْرُكْهُ

Artinya: “Barang siapa yang menghendaki berpuasa ‘Asyura puasalah dan siapa yang tidak suka boleh meninggalkannya.” (H.R. Bukhāri, No. 1489 dan Muslīm, No. 1987)

Disebutkan juga di dalam sebuah ḥadiṡ bahwa puasa di bulan Muharram merupakan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan.

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللّٰهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

Artinya: “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (H.R. Muslim, No. 1163)

Tanggal 10 Muharram  merupakan hari yang penuh kenangan dan pelajaran berharga dalam sejarah keislaman. Banyak peristiwa yang terjadi di tanggal 10 Muharram, seperti berlabuhnya kapal Nabi Nuh a.s. di bukit Zuhdi dengan selamat setelah dilanda banjir sebagai adzab dari Allah Swt. untuk kaumnya, selamatnya Nabi Ibrahim a.s. dari api yang membakarnya, selamatnya Nabi Yunus a.s. yang berhasil keluar dari perut ikan paus, disembuhkannya penyakit Nabi Ayyub a.s., Rasulullah saw. hijrah dari Makkah ke Madinah, dan lain sebagainya.

Mengenai perintah puasa ‘Asyura atau puasa pada tanggal 10 Muharram, pada mulanya Rasulullah saw. ketika tiba di Madinah, beliau mendapati orang Yahudi melaksanakan puasa di hari ‘Asyura. Kemudian mereka berkata,

هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ وَهُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللّٰهُ فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلّٰهِ فَقَالَ أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Artinya: “‘Ini adalah hari raya, yaitu hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Fir’aun. Lalu Musa mempuasainya sebagai wujud syukur kepada Allah’. Maka Beliau (Rasulullah saw.) bersabda, ‘Akulah yang lebih utama (dekat) terhadap Musa dibanding mereka’. Maka Beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummat Beliau untuk mempuasainya.” (H.R. Bukhari, No. 1865 dan Muslim, No. 1910)

Setelah itu, Rasulullah saw. dan umatnya pun menjalankan puasa ‘Asyura pada tanggal 10 Muharram. Adapun mengenai keutamaan puasa ‘Asyura tersebut dijelaskan dalam sebuah ḥadiṡ.

سُئِلَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَاشُوْرآءَ؟ قَالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

Artinya: “(Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam) ditanya tentang puasa hari ‘Asyura, beliau menjawab, ‘Puasa pada hari ‘Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu’.” (H.R. Muslīm, No. 1977)

Selain puasa ‘Asyura pada tanggal 10 Muharram, Rasulullah saw. juga menganjurkan puasa pada tanggal 9 Muharram yang disebut dengan puasa Tasu’a. Dalam sebuah ḥadiṡ dijelaskan Rasulullah saw. memerintah umatnya untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram di tahun depan, tetapi Rasulullah saw. wafat sebelum bulan Muharram tersebut.

حِينَ صَامَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللّٰهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللّٰهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya: “Pada waktu Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya mengerjakan puasa ‘Asyura, para sahabat menginformasikan kepada Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bahwa hari ‘Asyura diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Nabi bersabda, ‘Tahun depan Insya Allah kami akan berpuasa juga pada hari kesembilan’. (Kata Ibnu Abbas), akan tetapi sebelum mencapai tahun depan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam wafat’.” (H.R. Muslīm, No. 1916 dan Abū Daud, No. 2089)

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa puasa di bulan Muharram merupakan salah satu puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan. Puasa di bulan Muharram tersebut dapat dilakukan di tanggal 9-10 Muharram, sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Rasulullah saw. dalam ḥadiṡ di atas. Imam An-Nawawi mengatakan bahwa puasa Tasu’a pada tanggal 9 Muharram untuk membedakan dengan kebiasaan orang Yahudi yang melakukan puasa pada tanggal 10 Muharaam saja. Oleh karena itu, umat muslim dianjurkan untuk berpuasa Tasu’a yakni pada tanggal 9 Muharram dan puasa ‘Asyura, pada tanggal 10 Muharram. Hal ini menekankan pada larangan tasyabbuh atau menyerupai dengan umat non-muslim, yang dalam hal ini ialah orang Yahudi. Wallahu a’lam biawwab.

 

 

Sumber:

 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.

Majmu’ Al Fatawa, Abul ‘Abbas Ahmad bin Abdul Halim (Ibnu Taimiyah), terbitan Darul Wafa dan Dar Ibni Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.

Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ At Tirmidzi, Al Hafizh Abu ‘Ulaa Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim Al Mubarakfuri, terbitan Darus Salam, cetakan pertama, tahun 1432 H.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Hubungi Kami
Informasi lebih lanjut
Customer Service
Selamat datang di Nur Hidayah Press!
Apakah ada yang bisa kami bantu?